salmanbiroe - Indonesian Lifestyle Blogger

  • Sebuah pagi yang sangat cerah ketika matahari muncul dengan sinarnya yang sangat hangat. Seperti biasa rekan kerja saya sudah siap dengan semua perlengkapan kerja dan memasuki sebuah mobil. Setelah sampai di kantor, rekan kerja saya ini membeli secangkir kopi sambil menunggu kami yang sedang berjibaku dengan kemacetan ibukota. 

    Sambil menyeruput kopinya, dia memainkan smartphone dan membuka aplikasi belanja online. Dengan cekatan jari-jemarinya menekan barang-barang kebutuhan yang lumayan fantastis harganya. Setelah selesai dengan aplikasi online, kini ia pun membayar dengan kartu kredit. Bukan hanya secangkir kopi namun dia menambah roti dan camilan lainnya, total sudah lebih dari seratus ribu rupiah.

    Matahari tengah berada tepat diatas kepala ketika suara perut mulai berbunyi. Rekan kerja saya memutuskan untuk makan siang di restoran yang cukup ternama dengan harga yang cukup membuat kantong jebol. Lagi-lagi ia mengeluarkan kartu kredit untuk membayar makan siang. Ternyata bukan hanya di restoran, kini ia mampir ke sebuah toko kosmetik dan membeli perlengkapan make-up. 

    Malam pun tiba ketika bintang dan bulan terlihat di angkasa. Rekan kerja saya masih berada di kantor. Ia pun memesan makanan cepat saji dari aplikasi ojek online. Ia memesan sangat banyak dan bermacam-macam jenis termasuk secangkir kopi. 


    Mungkin bagi rekan kerja saya yang memiliki keuangan cukup terjamin dari orang tuanya, sangat wajar menghabiskan uang cukup lumayan dalam satu hari. Sedangkan, bagi saya yang sangat menghemat uang akan sangat disayangkan jika menghambur-hamburkan uang yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk membeli lainnya yang lebih produktif seperti perlengkapan video dan fotografi. 

    Lalu bagaimana denganmu? Apakah kamu menghitung secara rutin pengeluaran harian? Atau malah tidak mencatat sehingga tidak bisa memprediksi secara tepat berapa pengeluaran yang terjadi pada satu hari? Nah, kamu tipikal yang mana?

    Bagi seorang yang memiliki perencanaan keuangan yang baik, maka secara tidak langsung mereka akan sadar bahwa mencatat seluruh pengeluaran adalah kewajiban. Jangan sampai pengeluaran harian tersebut malah menjadi bumerang bagi kita. Bayangkan saja, jika kita telah bekerja selama beberapa tahun, namun bukan malah menjadikan kita kaya atau memiliki harta benda namun malah sebaliknya, malah bangkrut dan tidak memiliki apapun.


    Nilai secangkir kopi bagi kita memang tidak seberapa, namun pernahkah berandai-andai apabila kita menghitung berapa pengeluaran yang dihabiskan untuk membeli secangkir kopi ini? Terbersit dikepala saja tidak pernah apalagi menghitungnya, dan ternyata secangkir kopi ini bisa menghabiskan sekitar 9,1 juta rupiah pertahunnya. Jika kita bisa berhemat sekitar 25 ribu per hari maka kita bisa mengalokasikan dana tersebut menjadi dana yang lebih produktif dan bisa memberikan keuntungan kembali bagi kita. Loh, kok bisa ya dana yang 9,1 juta tersebut dalam waktu beberapa tahun bisa kembali dengan jumlah lebih besar sekitar 25-75% bahkan bisa sampai 100%? Bagaimana caranya? Apa langkahnya?



    Nilai secangkir kopi itu bisa kita manfaatkan dengan investasi. Namun, investasi sering kali menipu dan tidak memberikan keuntungan melainkan kerugian. Tenang saja, karena Prudential Indonesia memiliki Unit Link sebagai sebuah solusi. Unit Link adalah sebuah pilihan kepada customer yang telah memiliki premi asuransi. Pilihan tersebut adalah menambah nilai premi atau dengan menginvestasikan dana tersebut sehingga dapat dikelola dengan hasilnya akan dikembalikan kepada kita.

    Nah, sebetulnya kita harus merelakan tidak minum secangkir kopi namun diganti dengan minuman yang lebih sehat dan hemat seperti infus water atau jus buah. Dengan perkiraan tersebut maka kita bisa investasi dana sekitar 9 juta per tahun. Dan mungkin saja dalam beberapa tahun kedepan kita bisa memiliki dana sekitar puluhan atau bahkan ratusan juta. Demikianlah yang disampaikan oleh kedua pembicara yaitu Himawan Purnama (AVP Head Of Product Development - Prudential Indonesia) dan Irvan Ferdiawan (AVP Head of Investment - Prudential Indonesia).


    Investasi itu seperti ditanya kapan menikah, jawabannya tergantung kepada kita dan kesiapan kita, namun jangan sampai peluang dan kesempatan itu hilang. Jangan sampai tunggu nanti untuk memulai kebaikan karena pasti dikasih lebih bahkan bisa membuat rumah impian dan kendaraan impian jika sudah tahu keuntungan berinvestasi. Hanya dengan secangkir kopi maka 5 tahun kedepan kita bisa membuat kopi dengan mesin di rumah kita sendiri, Aamiin.

    #PastiDikasihLebih


    Continue Reading

    I am single but I am not happy. Loh, biasanya kan kalo belom merit, apalagi belom punya anak, lebih bahagia daripada yang udah punya pasangan. Lebih bahagia dalam arti lebih bisa menikmati hidup seperti jalan-jalan kemanapun dan penghasilan pun tidak dikasih istri untuk dibelanjakan. Iya kan? 

    "Man, lo kan masih single. Enak banget bisa jalan-jalan kemana-mana sendiri. Kalau gue kan udah punya buntut satu, belom lagi kalau mau jalan-jalan mesti satu paket alias 3 orang."

    Suatu hari sahabat saya pernah bercerita tentang tidak enaknya jalan-jalan bersama dengan anak dan istri karena memang biaya pun bisa membengkak 3 kali lipat dibandingkan dengan saya yang masih bujang ini. Belom lagi pada saat gajian, hampir seluruh uang akan lari ke kantong istri untuk dibagi-bagi kedalam pos-pos pengeluaran. Memang kehidupan berumah tangga agak kompleks dibandingkan dengan yang single seperti saya.

    Belum lagi ketika anak atau istri sakit, maka biaya yang tadinya untuk menabung berubah menjadi uang yang mesti dikeluarkan pada saat itu juga. Belum lagi kalau banyak kegiatan keluarga yang menuntut untuk mengeluarkan biaya. Wow, betapa ruwetnya kehidupan berumah tangga. Namun, percayalah bukan hanya yang sudah berpasangan saja yang mengalami masalah keuangan. Saya pun memiliki permasalah yang sama, bahkan setelah beberapa tahun bekerja, sampai saat ini pun saya belum memiliki rumah ataupun kendaraan. 


    Hobi saya memang jalan-jalan. Bagi saya, jalan-jalan itu seperti menemukan semangat untuk menlanjutkan hidup ditengah himpitan masalah yang melanda. Jalan-jalan itu seperti vitamin yang menjalar keseluruh bagian tubuh dan merecharge kembali tubuh dari kepenatan dan rutinitas yang tak kunjung usai. 

    "Mari saya antar ke tempat pembelian tiket."

    Seorang wanita berpakaian rapi seperti orang kantoran kemudian menunjukan jalan sekaligus mengantar saya ke tempat pembelian tiket di Stasiun Shinjuku. 

    Peristiwa itu terjadi beberapa tahun silam ketika saya baru pertama kali menginjakan kaki di Tokyo, Jepang. Bagai kehilangan induk semang, inilah yang terjadi ketika saya tersesat di Stasiun Shinjuku dan bertemu dengan seorang wanita pekerja kantoran. Bahkan setelah hampir 6 tahun berlalu, saya masih ingat betul kebaikan wanita ini. Mungkin inilah yang membuat saya betah berlama-lama di negeri orang, karena baik dan buruk itu bisa terjadi kapan saja dan dimana saja, jadi saya selalu tidak mempedulikan perkataan orang tentang daerah yang saya kunjungi. 

    Uang Habis Pada Saat Jalan-Jalan?


    Jalan-jalan merupakan kesenangan dan menambah semangat, namun jalan-jalan  bisa menjadi malapetaka karena telah melebihi budget yang ditetapkan sebelumnya. Inilah mengapa jalan-jalan bisa menjadi baik, bisa juga menjadi buruk. Kehabisan uang ditengah perjalanan itu mungkin saja terjadi pada siapa saja yang tidak merencanakannya dengan detail dan sesuai dengan realita. 

    Biasanya rencana yang detail tidak saja membantu mengurangi pengeluaran yang tidak perlu, namun membantu kelancaran perjalanan dan ketepatan waktu. Di dalam perjalanan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi, makanya kita perlu juga budget cadangan apabila terjadi hal-hal buruk. 

    Di Osaka, beberapa bulan lalu, malam hari terdengar suara alarm yang cukup lama. Saya sedang siap-siap tidur, mulanya tidak saya hiraukan. Namun, alarm tambah kencang dan dengan bergegas saya keluar kamar dan berlari ke tangga darurat. Rupanya terdapat indikasi asap di lantai 2 atau 3, lantai yang saya diami. Setelah beberapa lama, ternyata tidak terjadi apapun. Keesokan harinya pada saat saya cek out, resepsionis memberikan sebuah minuman tanda minta maaf karena peristiwa tadi malam. Kalau kebakaran yang terjadi malam itu, entah apa yang akan saya perbuat sedangkan barang-barang saya cukup banyak dan esoknya harus terbang ke Jakarta. 

    Hal buruk bisa terjadi lagi kalau berhubungan dengan masalah keuangan yang tidak bisa kita rem. Biasanya ketika membeli oleh-oleh yang harusnya bisa kita rem, malah merajalela dan akibatnya menguras budget yang ada. Misalnya budget belanja hanya 1.000 malah bertambah dua kali lipat menjadi 2.000 sedangkan perjalanan masih sangat lama. Ini yang sangat sering terjadi. 


    Akhir-akhir ini saya sering pergi ke negara lain sebagai guide. Sebagai guide, saya harus memastikan semua pengeluaran sesuai dengan budget. Dari sinilah saya belajar untuk mengerem beli oleh-oleh yang tidak perlu. Memang orang Indonesia sangat peduli dengan omongan tetangga, sehingga merasa tidak enak dan akhirnya memaksakan kehendak dan keuangan, akhirnya jebol juga uang kita.

    Godaan Belanja Online

    Selain jalan-jalan, racun yang akan menghancurkan keuangan adalah belanja online. Siapa sih yang tidak tergoda dengan promo-promo yang selama ini digaung-gaungkan di social media. Saya termasuk yang hobi belanja online. Bukan karena masalah diskonnya, namun kepraktisannya sehingga menghemat waktu jika barang dibutuhkan sulit dicari atau sedang banyak deadline. 

    Karena terbiasa belanja online, kadanga-kadang barang yang sebetulnya kurang kita butuhkan terbeli dan akhirnya tidak digunakan dan menunmpuk di lemari. Inilah yang sangat tidak diinginkan oleh saya, apalagi dikos yang minim sekali ruangannya sehingga harus mengatur tempat untuk menampung barang-barang yang tak terpakai.

    Gaya Hidup Itu Mahal 

    Selain jalan-jalan dan belanja online, gaya hidup juga sangatlah memakan pengeluaran. Bayangkan saja apabila setiap hari harus minum kopi yang sangat malah, makan direstoran mahal dan fitnes di tempat mahal. Belum lagi gadget yang dibeli pun bukanlah merek yang menengah kebawah, malah kelas yang paling mahal. 

    Gaya hidup di Jakarta juga sangatlah mempengaruhi kita dalam menentukan barang-barang yang akan kota beli. Jika kita mampu maka tidaklah sulit, namun jika tidak mampu namun berusaha ngutang sana-sini demi bergaya seperti borjuis. Inilah yang sangat mengkhawatirkan. 

    Single Itu Harus Berhemat

    Nah, jika mau jadi single yang bahagia, maka harus mengatur keuangan supaya bisa menambung dan masa depan pun bisa diraih dengan gemilang, hehehe. Kalau mau berhemat pasti dikasih lebih hasilnya dikemudian hari, bisa juga berupa rumah atau mobil sebagai investasi yang sangat mengiurkan. 

    Berhemat memang agak susah tapi bukan tidak mungkin, karena pasti dikasih lebih nantinya, maka harus bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. Kalau kamu bagaimana cara berhemat ala kamu? Kan ada yang setiap hari mesti nabung 10.000 atau bisa juga nabung 20.000. Ketika dikumpulkan diakhir tahun, ternyata bisa dibelikan barang yang lebih bermanfaat. #PastiDikasihLebih kok kalo kita bisa nabung dan berhemat.


    Continue Reading
    Older
    Stories

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top