salmanbiroe - Indonesian Lifestyle Blogger
  •  

    Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi sejumlah permasalahan serius terkait penggunaan energi fosil. Salah satu dampak utama adalah perubahan iklim, yang melibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca akibat pembakaran bahan bakar fosil. Peningkatan suhu global, perubahan pola cuaca ekstrem, dan kenaikan permukaan air laut adalah konsekuensi yang dapat membahayakan ekosistem dan masyarakat.

    Pemanfaatan energi fosil juga memberikan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Polusi udara akibat emisi dari pembangkit listrik dan kendaraan bermotor dapat menyebabkan penyakit pernapasan dan masalah kesehatan lainnya. Ini mempengaruhi produktivitas dan kualitas hidup masyarakat, terutama di perkotaan yang seringkali menjadi pusat kegiatan industri.

    Selain itu, ketergantungan pada energi fosil membuat ekonomi Indonesia rentan terhadap fluktuasi harga minyak dunia. Kenaikan tajam dalam harga minyak dapat merugikan perekonomian nasional dan mengakibatkan tekanan inflasi. Oleh karena itu, diversifikasi sumber energi menjadi semakin penting untuk meningkatkan ketahanan ekonomi.

    Pertumbuhan populasi dan urbanisasi yang cepat juga meningkatkan permintaan energi di Indonesia. Peningkatan konsumsi energi fosil dapat mengarah pada depleksi sumber daya alam yang tidak terbarukan, seperti minyak bumi dan batu bara, dengan potensi masalah ekonomi dan lingkungan yang serius di masa depan.

    Untuk mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan, seperti energi terbarukan. Investasi dalam pembangunan infrastruktur energi terbarukan dan peningkatan efisiensi energi menjadi krusial untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil. Langkah-langkah ini dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, meningkatkan kesehatan masyarakat, dan memberikan stabilitas ekonomi jangka panjang.

    Sejumlah langkah kebijakan telah diambil, termasuk Rencana Umum Energi Nasional yang memprioritaskan pengembangan energi terbarukan. Namun, tantangan dalam implementasi dan transisi menuju energi berkelanjutan tetap ada dan membutuhkan keterlibatan semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat, untuk mencapai perubahan yang positif dan berkelanjutan.

    Tahapan Perubahan Energi Ke Energi Terbarukan Yang Tertuang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2025-2045 

    Pemerintah Indonesia tengah menggalakkan rencana ambisius untuk memindahkan insentif dan subsidi dari sektor energi fosil ke energi terbarukan, sebuah langkah strategis yang dianggap krusial dalam mencapai target transisi energi. Rencana ini akan terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), sebuah inisiatif yang membidik pencapaian emisi nol bersih (Net Zero Emission/NZE) pada tahun 2060.

    Tahap pertama, yang berlangsung antara 2025-2029, akan menitikberatkan pada penerapan penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS), seiring dengan pengembangan sumber energi terbarukan. Meskipun ada rencana untuk mengalihkan subsidi dari energi fosil ke energi terbarukan, namun energi fosil tetap akan tetap digunakan. Dalam upaya mengoptimalkan energi terbarukan, pemerintah tidak hanya bergantung pada kebijakan tunggal, melainkan menggabungkannya dengan strategi kombinasi. Contohnya, untuk mendukung pengembangan energi terbarukan yang bersifat intermiten, seperti bergantung pada kondisi cuaca, diperlukan pengembangan teknologi baterai.

    Tahap selanjutnya, yaitu tahap II (2030-2034), akan mencakup implementasi pengakhiran operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama. Sementara pada tahap III (2035-2039), fokus akan tertuju pada pengembangan proyek percontohan energi laut. Pada tahap akhir, yaitu tahap IV (2040-2045), transisi energi akan melibatkan perluasan sistem jaringan kelistrikan melalui interkoneksi dan penggunaan smart grid.

    Bappenas tengah aktif merumuskan tahapan-tahapan ini untuk dimasukkan ke dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini dianggap sebagai langkah awal atau embrio untuk menuju rancangan teknokratik RPJMN, yang nantinya akan menjadi panduan pelaksanaan rencana pembangunan nasional.

    Langkah-langkah ini mencerminkan tekad pemerintah Indonesia dalam beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan menyeimbangkan kebutuhan energi fosil yang masih diperlukan dengan investasi serius dalam energi terbarukan, Indonesia berusaha menciptakan fondasi yang kokoh untuk masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.

    Indonesia Kaya Dengan Sumber Energi Terbarukan

    Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan alam yang melimpah, memiliki potensi sumber energi terbarukan yang sangat besar. Potensi ini melibatkan berbagai jenis energi terbarukan, mencakup panas bumi, matahari, angin, air, dan biomassa. Pergeseran dari ketergantungan pada energi fosil ke pemanfaatan sumber energi terbarukan menjanjikan sejumlah manfaat signifikan, baik dalam konteks lingkungan, ekonomi, maupun sosial.

    Sumber Energi Terbarukan di Indonesia, antara lain : 

    • Panas Bumi: Indonesia memiliki potensi panas bumi yang besar karena letak geografisnya di Cincin Api Pasifik. Sumber energi panas bumi dapat dimanfaatkan untuk pembangkit listrik geotermal, menghasilkan daya listrik tanpa emisi gas rumah kaca yang signifikan. Ini tidak hanya membantu mengurangi dampak perubahan iklim tetapi juga meningkatkan ketahanan energi negara.
    • Matahari: Indonesia memiliki cahaya matahari sepanjang tahun, menjadikannya sumber energi surya yang potensial. Pembangkit listrik tenaga surya dapat ditempatkan di berbagai lokasi di seluruh kepulauan Indonesia. Pemanfaatan energi matahari tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga memperluas akses listrik di daerah terpencil.
    • Angin: Pantai Indonesia memiliki potensi energi angin yang signifikan. Pembangkit listrik tenaga angin dapat diintegrasikan di pesisir atau pulau-pulau yang terpencil, menyediakan sumber daya yang bersih dan berkelanjutan. Energi angin membantu mengurangi ketergantungan pada pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan mengurangi dampaknya terhadap lingkungan.
    • Air: Dengan banyaknya sungai dan potensi untuk pembangkit listrik tenaga air, Indonesia dapat memanfaatkan sumber energi ini secara efektif. Pembangkit listrik tenaga air dapat menghasilkan daya listrik yang stabil dan dapat diandalkan, sambil meminimalkan dampak lingkungan yang merugikan.
    • Biomassa: Indonesia juga kaya akan sumber energi biomassa, termasuk limbah pertanian dan hutan. Biomassa dapat digunakan untuk menghasilkan energi termal atau listrik, mengurangi limbah organik dan memberikan alternatif yang ramah lingkungan dibandingkan pembakaran biomassa tanpa kontrol.
    Pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan membawa sejumlah manfaat besar bagi Indonesia. Pertama-tama, ini membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim global. Dengan mengandalkan sumber energi yang bersih dan terbarukan, Indonesia dapat memainkan peran aktif dalam upaya global untuk mengatasi krisis iklim.

    Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan menciptakan lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan dan teknologi terkait, mendukung pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga meningkatkan ketahanan energi negara dengan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil.

    Secara sosial, peralihan ke energi terbarukan dapat memberikan akses listrik yang lebih baik di daerah terpencil, meningkatkan kualitas hidup, dan mendukung pembangunan berkelanjutan di seluruh Indonesia.

    Dengan potensi sumber energi terbarukan yang melimpah, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemimpin dalam transisi energi global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ini bukan hanya investasi dalam sumber daya alam, tetapi juga investasi dalam masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.


    Continue Reading

     

    Cuaca akhir-akhir ini sangatlah panas, bahkan bisa mencapai suhu tertinggi dengan sampai 38 derajat dan terasa seperti suhu 42 derajat. Pantas saja, pada saat berkendara menggunakan sepeda motor, angin yang harusnya terasa sejuk, berubah seperti aliran panas. Fenomena ini bisa dirasakan hampir di seluruh Indonesia, bahkan belahan bumi lainnya. Apakah ada hubungannya dengan pemanasan global yang disebabkan penggunaan bahan bakar fosil? 

    Dalam beberapa puluh tahun terakhir ini, munculah wacana untuk beralih dari energi fosil menuju ke energi terbarukan. Alasan utamanya adalah energi dari bahan bakar fosil terus-menerus berkurang, sedangkan cadangan yang dimiliki hanya mampu untuk bertahan dalam kurun waktu yang tidak bisa diprediksikan. 

    Selain itu, ternyata bahan bakar fosil yang selama digunakan menimbulkan dampak yang cukup luar biasa bagi pemanasan global. Penggunaan bahan bakar fosil melepaskan karbon dioksida yang memerangkap panas di atmosfer dan menjadi penyumbang utama pemanasan global. Selain itu, penggunaan bahan bakar fosil juga melepaskan gas metana yang dapat memerangkap panas 86 kali lebih kuat dari karbon dioksida. Bukan hanya karbon dioksida dan gas metana saja, ternyata bahan bakar fosil ini juga melepaskan oksida nitrat. Walaupun jumlahnya sedikit, namun oksida nitrat ini bisa menghasilkan efek rumah kaca sampai 300 kali lebih kuat memerangkap panas dan bisa bertahan dalam bumi sampai 116 tahun.

    Banyak pertanyaan muncul dalam benak kita, misalnya penggantian bahan bakar fosil dengan energi terbarukan? Kemudian, apa saja rencana pemerintah dalam transisi energi ini? Bagaimana nasib dari masyarakat atau provinsi yang menghasilkan bahan bakar fosil atau dampak ekonomi sosial yang terjadi jika dilakukan perubahan energi tersebut? 

    Beruntung bisa menghadiri Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2023 beberapa waktu lalu dan mendapatkan banyak jawaban dari para pembicara baik dari dalam maupun luar negeri.

    Indonesia Sustainable Energy Week 2023 Membahas Transisi Energi Indonesia Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 

    Dengan pemanasan global dan cadangan bahan bakar fosil yang semakin menipis, membutuhkan perubahan yang signifikan dalam perubahan menuju energi terbarukan. Indonesia memiliki banyak sekali energi alternatif yang bisa dijadikan sebagai energi terbarukan. Rencana perubahan energi dari energi fosil ke energi terbarukan dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Rencananya Indonesia akan menuju capaian emisi nol persen atau NZE pada tahun 2060. 

    Dalam transisi energi ini Tahap I (2025-2029), dilakukan beberapa hal diantaranya penerapan penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) dan pengembangan energi terbarukan. Lalu bagaimana dengan penggunaan energi fosil? Energi ini masih digunakan dalam masa transisi, dipadukan dengan optimalisasi energi terbarukan. Saat ini sudah mulai marak kendaraan listrik yang tentu saja baik, namun harus didukung dengan teknologi serta sarana dan prasarana pendukung seperti charging station untuk baterai dan lainnya. 

    Adapun tahapan II (2030-2034) di antaranya tentang implementasi pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan operasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama. Lalu, tahap III (2035-2039) di antaranya tentang pengembangan percontohan energi laut. Sementara pada tahap IV (2040-2045), transisi energi terkait perluasan sistem jaringan kelistrikan melalui interkoneksi dan smart grid.

    Dengan tahapan tersebut, pada tahun 2060, Indonesia akan bebas emisi seperti yang direncanakan dengan berbagai energi alternatif dan terbarukan.

    Transisi Energi Indonesia Dan Berbagai Permasalahan Seperti Ekonomi Sosial 

    Transisi Energi tentu saja membutuhkan waktu yang cukup panjang, apalagi target yang ingin dicapai pun nol emisi pada tahun 2060. Peralihan energi bukan hanya mengganti mobil berbahan bakar fosil ke mobil listrik saja, melainkan banyak tahapan yang harus dilakukan seperti membangun ekosistem yang berada dalam peralihan energi tersebut. Mengalihkan energi tentu saja berdampak pada ekonomi dan sosial terutama pada provinsi penghasil energi fosil seperti Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan.

    Dalam bahasan Indonesia Sustainable Energy Week 2023 yaitu  Navigating Potential Impacts of Decarbonization in Coal Regions (Menavigasi Potensi Dampak Dekarbonisasi di Kawasan Batubara), hadir pembicara diantaranya yaitu :

    • Dedi Rustandi, Coordinator for New Renewable Energy and Energy Conservation Sector, Directorate of Energy, Mineral and Mining Resources – Bappenas
    • Timon Wehnert,Co-Head of Research Unit, International Energy Transition,  Wuppertal Institute
    • Regina Ariyanti, Head of Bappeda South Sumatera
    • Yusliando, Head of Regional Development Planning Agency (Bappeda) East Kalimantan  
    • Ade Cahyat, Thematic Lead of Just Transition, GIZ
    Kalimantan Timur memiliki sektor pertambangan terbesar di Indonesia. Tak hanya itu, Kalimantan Timur memiliki cadangan sumber daya batu bara yang besar. 

    Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, sumber daya batubara Kalimantan Timur merupakan yang tertinggi di tanah air, menyumbang 40,10% dari total sumber daya batubara sebesar 92 miliar ton. 

    Selain itu, secara nasional, Provinsi Sumatera Selatan menduduki peringkat kedua dengan sumber daya batubara sebesar 36,86% dan cadangan sebesar 33,10%, disusul oleh Provinsi Kalimantan Selatan dengan sumber daya batubara sebesar 10,85% dan cadangan sebesar 11,70%.

    Mengingat betapa besarnya penjualan energi fosil, seperti batubara, transformasi energi ini merupakan tantangan yang harus dilakukan dalam waktu dekat. Jalan keluar yang harus dilakukan adalah dengan melakukan beragam inovasi dan diversifikasi baik dalam ekonomi maupun sosial sehingga kesenjangan yang terjadi pada saat energi fosil mulai beralih menuju energi terbarukan atau energi hijau serta energi bersih. 

    Tindakan tertentu dapat diambil untuk mendukung transisi energi. Misalnya saja di bidang keuangan dengan mengusulkan rencana pemulihan keuangan yang mampu menarik investasi dan merangsang industri hijau. Ada juga banyak terobosan lain dalam pengembangan kebijakan, teknologi dan  keterampilan.

    Indonesia Merupakan Negara Kaya Sumber Energi Terbarukan

     Patut dibanggakan karena Indonesia menjadi salah satu negara yang  kaya Sumber Daya Energi melimpah di Dunia. Menurut data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan sebesar 3.686 GW, dibandingkan dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik yang terpasang hanya mencapai 81,2 GW. Dengan potensi Sumber Daya Energi tersebut, maka dapat dijadikan modal utama untuk melakukan transisi energi yang sudah dicanangkan dalam RPJPN 20 tahun mendatang. 

     

    Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) besar, terbesar dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran EBT. Selain itu menurut Kementerian ESDM, Energi Baru Terbarukan telah dimanfaatkan sebesar 03,% dari total potensi sehingga peluang pengembangan EBT sangat terbuka, terlebih didukung isu lingkungan, perubahan iklim dan peningkatan konsumsi listrik per kapita. 

    Dari banyaknya potensi Energi Baru Terbarukan, pemanfaatannya masih jauh dari kata menggembirakan. Dari data diatas, dari total 3.686 GW hanya dimanfaatkan 12,54 GW saja, diantaranya : 

    • Dari potensi energi Surya yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama di wilayah NTT,Kalbar dan Riau sebesar 3.295 GW hanya dimanfaatkan sebesar 0,27 GW.
    • Dari potensi energi hidro yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia, terutama di Kalimantan Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Papua sebesar 95 GW hanya dimanfaatkan sebesar 6,69 GW.
    • Potensi energi angin di beberapa wilayah seperti Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Nanggroe Aceh Darussalam, dan Papua sebesar 155 GW hanya dimanfaatkan sebesar 0,15 GW
    • Dari potensi energi laut yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia terutama Maluku, NTT, NTB dan Bali sebesar 60 GW dan belum dimanfaatkan sama sekali.
    • Sedangkan potensi Panas Bumi ini tersebar pada kawasan Ring of Fire, meliputi Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku. 

    Setelah melihat betapa banyaknya potensi Energi Baru Terbarukan di Indonesia, maka sebetulnya dalam masa transisi energi ini tidak begitu sulit namun juga tidak semudah membalikan telapak tangan. Dibutuhkan kerjasama dan kerja bersama antara pemerintah, institusi dan masyarakat untuk bertransformasi dari energi fosil menuju ke energi Baru Terbarukan dan Pekerjaan Hijau.


    Continue Reading
    Older
    Stories

    Created with by BeautyTemplates

    Back to top