Kembali ke Akar: Menjaga Hutan, Menyuburkan Kehidupan Bersama Kabupaten Lestari
6/17/2025 10:51:00 PMPernahkah kamu mendengar jeritan hutan yang terbakar? Mungkin tidak secara langsung, tapi kita semua pasti pernah melihat beritanya, kabut asap yang menyelimuti langit Kalimantan, hewan-hewan liar yang keluar dari habitatnya, dan sungai-sungai yang tak lagi jernih. Itu bukan dongeng kelam, itu realita.
Indonesia, negeri dengan kekayaan hutan tropis terbesar ketiga di dunia, kehilangan sekitar 684.000 hektar hutan setiap tahun (Global Forest Watch, 2023). Alih fungsi lahan untuk perkebunan, tambang, dan infrastruktur terus menggerus paru-paru bumi kita. Dampaknya tak main-main: banjir bandang, tanah longsor, kekeringan, hingga krisis pangan perlahan menyusup ke ruang-ruang kehidupan.
Kita memang sedang membayar mahal harga eksploitasi alam. Namun, di tengah kabut ketamakan itu, selalu ada cahaya harapan. Cahaya itu lahir dari gotong royong, dari para pemimpin daerah yang percaya bahwa pembangunan tak harus menghancurkan alam. Di sinilah cerita Kabupaten Lestari bermula dari sebuah langkah kolektif yang membalik arah narasi pembangunan, dari merusak menjadi merawat.
Menenun Harapan Lewat Kabupaten Lestari
Bayangkan sebuah pertemuan antar kepala daerah dari berbagai kabupaten, bukan untuk berbagi kekuasaan, tapi untuk berbagi cara menjaga bumi. Itulah semangat yang melahirkan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), sebuah asosiasi yang dibentuk dan dikelola oleh para pemerintah kabupaten untuk mewujudkan pembangunan lestari: pembangunan yang tak hanya berpihak pada manusia, tapi juga pada alam.
Saat ini, LTKL memiliki 9 kabupaten anggota dari 6 provinsi di Indonesia, bekerja bersama 21 jejaring mitra multipihak. Visi mereka sederhana, tapi kuat: membangun daerah secara berkelanjutan lewat kolaborasi lintas sektor, sambil menjaga hutan, gambut, dan ekosistem penting lainnya.
Apa saja yang sudah Kabupaten Lestari capai?
- Melindungi 50% hutan dan ekosistem penting di wilayah kabupaten anggota bukan sekadar janji, tapi komitmen yang dibuktikan lewat kebijakan dan aksi.
- Mensejahterakan 1 juta keluarga melalui pendekatan ekonomi berkelanjutan yang berbasis pada potensi lokal.
- Membentuk Jejaring Gotong Royong kolaborasi antar komunitas, pemerintah, swasta, dan masyarakat adat untuk mewujudkan mimpi lestari.
- Menyusun “Resep Pembangunan Lestari”, sebuah panduan yang bisa direplikasi oleh kabupaten lain di seluruh Indonesia.
Salah satu contoh nyata datang dari Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di sana, masyarakat dan pemerintah daerah mengembangkan biskuit ikan gabus, produk sederhana yang sarat makna. Ikan gabus, yang dulu dipandang sebelah mata karena tak sekomersil lele atau nila, ternyata kaya protein dan sangat baik untuk pertumbuhan balita.
Alih-alih bergantung pada produk luar atau bantuan instan, Sintang menciptakan solusi dari potensi lokal. Biskuit ini tak hanya menyuplai gizi anak-anak, tapi juga membuka peluang ekonomi bagi ibu-ibu rumah tangga dan nelayan lokal. Inilah pembangunan lestari dalam bentuk yang paling nyata: memberdayakan tanpa mengeksploitasi.
Cerita biskuit ikan gabus ini adalah satu dari sekian banyak inovasi lokal yang lahir dari semangat kolaborasi. LTKL tidak datang membawa solusi dari luar, tapi menyalakan kembali rasa percaya bahwa jawaban ada di tanah kita sendiri di hutan, di sungai, di tangan-tangan warga desa.
Menjaga Jejak, Merawat Rasa
Ada satu bait lagu yang terngiang dalam kepala saya setiap kali membicarakan tentang lingkungan:
“Di balik hutan tersembunyi, ada pangan yang tersembunyi. Masyarakat adat menjaga benih-benih yang kaya makna…”
Bait itu seperti pengingat sunyi bahwa hutan bukan sekadar pepohonan, tapi gudang kehidupan. Bahwa pembangunan bukan hanya soal jalan dan gedung tinggi, tapi soal rasa: rasa menghargai bumi, rasa saling percaya, dan rasa kembali ke akar.
Kabupaten Lestari menunjukkan bahwa kita tidak harus memilih antara kemajuan atau pelestarian. Kita bisa melakukan keduanya, asal dilakukan dengan hati, ilmu, dan kolaborasi. Produk sederhana seperti biskuit ikan gabus bisa jadi jembatan antara gizi anak dan pelestarian alam. Gotong royong bisa menjelma menjadi kekuatan nyata untuk merawat bumi, satu desa, satu kabupaten, satu langkah demi satu langkah.
Kita sedang menghadapi masa ketika alam menuntut perhatian lebih. Maka sebelum jejak kita hilang ditelan masa, mari kenali lagi bumi sendiri. Mari wariskan bukan hanya cerita sukses pembangunan, tapi juga warisan lintas zaman yang tumbuh dari cinta pada tanah sendiri, dan komitmen menjaga kehidupan dari generasi ke generasi.
0 Comments