Masyarakat Adat, Pelestari Alam dan Lingkungan Yang Tersisihkan

4/11/2023 12:06:00 AM

 

Horas! Selamat datang di Pulau Samosir yang merupakan pulau di tengah Danau Toba. Ketika mata memandang sebelum sampai di Pulau Samosir, danau seluas 1.130 kilometer persegi ini mengisyaratkan sebuah pemandangan yang tak biasa. Saya sebagai salah satu pengunjung yang baru pertama kali datang ke destinasi wisata ini, seakan dibuat kagum dengan keindahan luar biasa. Namun, siapa sangka Danau Toba merupakan gunung purba yang meletus 74 ribu tahun lalu yang mengakibatkan banyak sekali perubahan iklim di Dunia. Bisa dibilang, Danau Toba ini menjadi letusan yang paling dahsyat selama 2 juta tahun belakangan ini. 

Dahsyatnya perubahan iklim yang terjadi ribuan tahun lalu akibat letusan gunung Toba purba tentu saja berbeda permasalahannya dengan zama millenial seperti sekarang ini. Namun, walaupun berbeda, namun perubahan iklim yang semakin tidak teratur sangat terasa bekalangan. Kalau dulu musim hujan dan musim panas bergantian dengan paruh waktu yang sama, namun saat ini musim hujan dan panas tidak berbeda satu sama lain, dan sudah tidak menentu. 

Jauh sebelumnya, sesuai dengan kepercayaan suku Batak, untuk mengendalikan perubahan iklim dan menjaga keseimbangan alam, mereka percaya bahwa pengelolaan Air, Tanah dan Hutan pun wajib mengikuti adat yang berlaku dan menjaga kelestariannya. 

Kepercayaan Suku Batak Dalam Pengelolaan Air, Tanah Dan Hutan


Dalam perjalanan berkeliling wisata di Danau Toba, setiap rumah adat suku Batak selalu ramai dengan riuh tarian dan tabuhan alat musik. Suku Batak memang selalu tampil dengan nyanyian dan tarian sederhana namun sangat riang. Mungkin inilah salah satu yang melekat dalam benak saya, inilah penyambutan yang hangat dari suku Batak kepada pendatang. 

"Hatahon ma dohot roha nadenggan , dohot pambahenon na denggan, ala aha nadidokmu ima kacca ni dirim."

Masyarakat percaya bahwa "Berbicaralah menggunakan hati disertai perbuatan yang baik karena apa yang kamu katakan adalah cerminan dirimu". 

Selain itu, menjaga kelestarian alam dan lingkungan pun diatur dalam kebudayaan suku Batak. Dikutip dari tanobatak.wordpress.com, dalam kebudayaan Batak sudah terbentuk pola hubungan antar manusia dengan Pencipta, manusia dengan sesama manusia dan manusia dengan lingkungannya. Sehubungan dengan pesan Siboru Deak Parujar Kepada Keturunannya untuk “memelihara” bumi dengan segala isinya, terdapat pengertian untuk “memanfaatkan” bumi dengan segala isinya dengan arif dan bijaksana. 

Sangat jelas, dalam kebudayaan Batak baik lisan maupun tulisan dan diwariskan secara turun temurun, hubungan pengelolaan Air, Tanah dan Hutan ini merupakan kewajiban bagi seluruhnya. Pengelolaan Air misalnya dapat digunakan khusus dalam pengobatan setelah melakukan penghormatan kepada dewi Boru Saniangnaga yang menjaga kelestarian air. Sedangkan tanah diakui sebagai “tano ojahan, tano ondolan, ojahan ni saluhut nasa na adong”. Tanah adalah media proses seluruh kehidupan manusia, tanaman, hewan dan air. Dan, hutan (harangan) adalah kumpulan tumbuhan pohon (hau) semak dan rumput (ramba) berbagai ragam. 

Dari berabad-abad lampau, manusia telah mempercayai bahwa alam merupakan bagian yang tak terpisahkan, dan keseimbangannya perlu dijaga demi keselarasan dengan kehidupan.

Masyarakat Adat, Sang Pelestari Alam dan Lingkungan 


Leluhur bangsa Indonesia telah mewarisakan kebudayaan yang tak terhingga nilainya. Tata kehidupan dan pelaksanaanya seakan perlahan mulai pudar seraya beralihnya ke era yang baru. Sebut saja Candi-candi di beberapa lokasi, sangat megah dan berdiri kokoh berabad-abad lamanya. Kemudian peninggalan-peninggalan lainnya yang membuktikan bahwa leluhur ini adalah bangsa yang besar dan selalu berusaha menjaga keseimbangan dengan alam. Bayangkan jika terjadi bencana seperti gunung meletus, gempa bumi ataupun banjir, maka leluhur dengan keterbatasannya mampu bertahan dikala alat komunikasi dan teknologi belum semodern sekarang ini.

Leluhur berpesan melalui banyak media yang diturunkan, dan salah satu yang masih bertahan sampai saat ini adalah Masyarakat Adat. Kepercayaan masyarakat Adat pun diturunkan dari generasi ke generasi tentang banyak hal, terutama dalam menjaga alam dan hutan. Jika dilihat dari kekuatannya, Masyarakat Adat di Indonesia berjumlah sekitar 40-70 juta jiwa dan diantaranya sekitar 20 juta merupakan anggota AMAN. Secara umum, Masyakat Adat sendiri merupakan masyarakat yang memiliki asal usul dan menetap disuatu daerah secara turun temurun. Masyarakat adat juga memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, sosial-budaya yang diatur dalam hukum adat dan lembaga adat yang menjaga keberlangsungannya. 

AMAN merupakan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara merupakan sebuah wadah komunikasi antara masyarakat adat yang ada di Indonesia, dan memperjuangkan hak-hak serta memperjuangkan kelangsungannya. 

Keberlangsungan Masyarakat Adat Yang Tersisihkan

Sumber Gambar : www.aman.or.id

Tantangan saat ini bukan hanya datang dari alam dan lingkungan, namun juga antara masyarakat adat dan juga pelaku bisnis yang merencanakan pembangunan dengan mengambil alih tanah adat yang sudah diwariskan turun-temurun. 

Semoga dengan adanya AMAN, masyarakat adat di Indonesia menjadi semakin berani dan tegas dalam melakukan komunikasi terhadap pelaku bisnis yang hendak merencanakan bisnis yang berada di tanah adat mereka. 



You Might Also Like

0 Comments